Senin, 27 Januari 2020

Tarling generasi ke generasi

Assalamualaikum W.R W.B

Tarling, jenis musik legendaris di Cirebon dan Indramayu lahir semasa zaman penjajahan Belanda. Di tengah jenis-jenis musik modern, terutama berbagai aliran dangdut, tarling selain bertahan, ia juga jenis musik yang bisa padu dengan genre lain. Contohnya yang populer adalah tarling dangdut yang hingga kini masih jadi kegemaran orang di wilayah pantura barat.
Sebagai genre musik yang telah lama, warna musiknya terus berubah seturut tokoh-tokoh alias pemusik-pemusiknya. Seperti ditulis ndayeng.wordpress.com, seenggak-enggaknya ada tiga generasi tarling.
Siapakah mereka?
Generasi Pertama
Sugro sebagai orang pertama yang dianggap menemukan genre musik tarling membentuk grup. Dia dan teman-temannya sering diundang untuk pentas pada pesta-pesta hajatan penduduk sekitar. Saat itu pentas digelar di atas alas tikar sederhana yang diterangi lampu petromaks (saat malam hari) dan sering kali mereka pentas tanpa bayaran alias cuma-cuma.
Selain itu, Sugro dan teman-temannya juga melengkapi pertunjukan musik mereka dengan penambahan selingan berupa sajian drama. Drama yang mereka mainkan lebih banyak berkisah tentang kehidupan sehari-hari yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Cirebon. Dari drama yang mereka mainkan itu  kemudian muncul lakon-lakon seperti Saida-Saeni yang berakhir tragis, Pegat-Balen, dan Lair-Batinyang begitu melegenda hingga kini.
Satu yang khas dari seni musik tarling generasi pertama atau awal ini adalah pada posisi pemain yang berjumlah empat orang. Masing-masing memainkan gitar melodi, gitar pengiring sekaligus bermain bass sinden dan seorang lagi pemain yang memainkan alat musik tiup tradisional berupa botol berwarna hijau sebagai pemanis lagu.
Suara yang keluar dari mulut si sinden inilah yang menjadi bagian penting dalam sebuah pertunjukan seni musik tarling klasik yang sebagian besar liriknya berkisah tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Cirebon.
Sugro dan teman-temannya disebut sebagai generasi pertama tarling.
Generasi Kedua
Pada perkembangan kedua musik tarling klasik ini atau generasi kedua. Muncul sosok seniman bernama Djana Partanain atau orang lebih mengenalnya sebagai Mama Jana. Dia memberikan penyempurnaan atau variasi baru pada instrumen musik tarling.  Penambahan tersebut berupa melodi kiser atau tembang klasik yang semakin membuat syahdu dan menjiwai karena ada sentuhan unsur tradisional khas Cirebon.
Pada masa inilah musik tarling Cirebon berjaya pada zamannya. Inovasi ini terbilang sebagai inovasi yang luar biasa karena semakin menunjukan kecirikhasan musik tarling klasik Cirebon.
Tarling Generasi Ketiga
Memasuki generasi ketiga, musik tarling mulai sedikit mengalami perubahan karena penambahan masuknya musik organ dan membuat ciri khas musik klasik Cirebon sedikit terkikis. Orang-orang Cirebon menamai jenis musik tarling masa ini dengan sebutan “teng dung cirebon” atau dangdut Cirebon.
Tapi pada masa ini juga lagu-lagunya sangat popule, misalnya “Waru Doyong”, “Gatutkaca Bli Bisa Mabur”, “Keloas”, “Mandor Kawat”, atau “Kopi Lendot” l. Kesemua lagu beraliran dangdut tarling ini seakan sudah menjadi ciri khas musik Indonesia selain genre dangdut pada umumnya.
Oya sebagai pelengkap, berikut beberapa catatan mengenai seni tarling seperti.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM

YOUTUBE

Diberdayakan oleh Blogger.