Senin, 13 Januari 2020

MIGRASI BUNYI DARI GAMELAN KE GITAR DAN SULING


Indonesia memiliki berjuta kebudayaan yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Mulai dari sabang sampai merauke, Indonesia memounyai kebudayaan yang berbeda dengan negara lain dan mempunyai kekhasannya tersendiri pada setiap daerahnya salah satunya ada Cirebon. Cirebon yang dijuluki Kota Udang dan Kota Wali ternyata kota yang berada di timur Jawa Barat ini memiliki beberapa budaya kesenian daerah yang mendunia.
Pada awalnya kesenian musik tarling yang tumbuh sejak tahun 1930-an diwilayah kultural Indramayu dan Cirebon merupakan migrasi bunyi dari gamelan ke gitar dan suling. Boleh jadi sekarang ini terjadinya migrasi yakni, migrasi bunyi dari gitar suling ke organ tunggal. Sebuah penanda betapa kesenian musik tarling memiliki ekpresi lugas, bebas, bahkan liar.
            Kesenian musik tarling seakan-akan menjadi katarsis bagi kehidupan masyarakat petani dan nelayan dalam mengekspresikan kepedihan ataupun kegembiraan. Melalui petikan gitar, alunan suling, tembang klask, tembang pop, dan drama, ploblematika kehidupan tertumpah di panggung. Jurang sosial antara buruh tani dan majikan antara bidak dan jurugan nelayan melebur dan luluh dalam apresiasi kebersamaan.
            Sebagai teater tradisional, kesenian musik tarling menempatkan penonton tanpa jarak. Kesenian musik Tarling acap kali melibatkan penonton dalam pertunjukan drama secara spontan, seperti halnya seni lenong di Jakarta atau ludruk di Jawa Timur. Suatu adonan dramaturgi yang mampu menarik para penonton. Sebuah kekuatan yang tiba-tiba mengedepankan tarling bukan hanya sebagai tontonan, tetapi lebih dari itu untuk melakukan kontemplasi, introspeksi, dan ekspresi kemajinalannya.
            Pada era sekarang, orang di luar Cirebon dan Indramayu menyangka tarling hanyalah deretan tembang-tembang dangdut berbahasa Cirebon Indramayu. Lagu-lagu tersebut justru makin dikenal di tatar nasional. Setelah lagu warung pojok yang diciptakan oleh Abdul Adjib pada tahun 1967, dari tahun 1990-an hingga sekarang publik nasional mengenal lagu-lagu semacam Pemuda Idaman yang diciptakan oleh Sadi.M, Mabok bae yang diciptakan oleh E.Thorikin dan lagu Kucing garong.
            Sebagai bentuk seni kerakyatan, kesenian musik tarling tumbuh dan berkembang tanpa pakem atau ketentuan baku lain. Generasi Mang Sugra di Indramayu pada tahun 1930-an bereksperimen memindahkan bunyi dawai gitar Eropa menjadi nada-nada pentatonis gamelan Indramayu dan Cirebon. Ditingkahi seruling bambu dan tembang gamelan, seperti Dermayonan, Bendrogan, atau Cirebon Pegot, bunyi tersebut melahirkan kesenian gitar-suling
            Berbeda dengan seni yang tumbuh daei keraton yang memiliki pakem dan nilai-nilai kesaklralan, seni tarling berkembang dengan dinamika yang kugas, bebas, bahkan liar. Perubahan demi perubahan sangat tampak, misalnya dalam wujud lagu. Jika pada nada dan tempo makin dinamis, begitu pula pada syair-syairnya. Perkembangan sosial, budaya, dan geragap kehidupan lainnya pada masyarakat tampaknya berpengaruh pada syair-syair yang cenderung mudah dicerna. Sejak tahun 1960-an tarling menanjak pada lagu-lagu yang agak ngepop, tetapi tetap bertumpu pada nada dasar klasik daerahnya, cenderung menyuarakan problematika sosial, cinta yang agung, dan nasib wong cilik dengan bahasa yang puitis. Sejak tahun 1980 hinggan 1990-an yang menyuarakan tema-tema tersebut dengan lugas, blak-blakan, dan bombastis. Bisa jadi kini organ tunggal dianggap sebagai metamorfosis seni tarling dengan menyisakan ciri bahasa daerah pada lagu-lagunya, yang kerap dianggap sebagai lagu tarling dangdut. Karakter mengikuti trend tampaknya tetap berlangsung.
            Sastra Cirebon dan Indramayu masa lama hingga masa sekarang, semisal jawoka, panyandra, dan paribasa, mungkin dianggap kurang dinamis. Syair lagu lebih banyak bernuansa wangsalan dan parikan, yanf lebih memasyarakat. Dunamika juga terjadi pada tema dan judul lagu yang mudah mengikuti jamannya. Entah karena kerasnya kehidupan sosial, gonjang-ganjing politik, degradasi budaya, atau seperti diungkap pujangga dan Raja Kediri Jayabaya (1135-1157).


Rihhadatul'aisy Zaid
Sumber : MIGRASI BUNYI DARI GAMELAN KE GITAR DAN SULING Karangan Supali Kasim




Share:

0 komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM

YOUTUBE

Diberdayakan oleh Blogger.