Kamis, 02 Januari 2020

Legenda Tarling

Legenda Hidup Tarling

Djana Partanain (80 tahun) atau yang akrab di di kenal dengan mama djana,saat memainkan petikan melodi tarling klasik pada gitar akustik miliknya di pemukiman Jalan Kapten Samadikun, Gang Melati 7 Nomor 28 Kebon Baru Utara, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon.
MESKI jari jemarinya tampak keriput, namun kepiawanan Djana Partanain (80 tahun) masih lihai dalam memainkan petikan melodi tarling klasik pada gitar akustik miliknya. Dengan kolaborasi perlengkapan musik yang sudah kuno, sesekali ia memainkan melodi di gitar elektrik yang dibelinya dari hasil manggung.

Lantunan melodi tarling klasik berpadu dengan suara gamelan dan suling terdengar syahdu dan merdu di pemukiman Jalan Kapten Samadikun, Gang Melati 7 Nomor 28 Kebon Baru Utara, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon.

Kakek tua yang akrab disapa Mama Djana ini dengan khusuk duduk termenung menikmati lantunan musik-musik tarling klasik tahun 1940 an. Bersama sejumlah teman sebayanya, Mama Djana terus mengasah kemampuan bermain melodi tarling klasik yang diciptakannya. Tak lupa, jajanan pasar pun tersedia di atas piring kecil untuk disantap saat berlatih karena tak ada jadwal manggung.

“Biar tidak lupa saja Nak. Saya dulu ngamen bareng teman-teman musisi tarling di warung nasi, hingga panggung ke panggung. Tapi sekarang cuma duduk di rumah, sesekali menunggu panggilan manggung saja,” tutur Mama Djana.
Mama Djana adalah satu dari sejumlah musisi tarling klasik Cirebon generasi kedua yang berhasil menciptakan melodi dalam lantunan lagu khas Cirebon. Melodi tersebut bernama “Kiser”. Pada perjalanannya, Mama Djana berada di posisi penting dalam perkembangan tarling klasik Cirebon. Bahkan, dari hasil karya yang selalu dikembangkan, Mama Djana sering manggung di berbabagai daerah di Indonesia, pada masa itu.

“Sekarang tidak ada kegiatan. Manggung juga sudah jarang dan hanya sesekali. Bahkan kalau ada acara budaya tradisi di Cirebon saya tidak pernah dipanggil untuk manggung,” keluh Djana.

Mama Djana menceritakan tentang perjalanannya menggeluti seni tarling klasik hingga akhirnya menemukan melodi Kiser. Dia menuturkan, awal mula tarling berkembang pada tahun 1940-an, saat itu Cirebon dan Indramayu tengah dijajah Belanda. Salah satu musisi tarling ternama pada era tersebut yakni “Sugro” dari Indramayu dan Pak Barang dari Cirebon. Awal mulai musik tarling ditemukan dari kemampuan Bapak Sugro bermain gamelan.

“Saat itu Pak Sugro menggabungkan musik dari gamelan ke dalam nada yang ada di senar gitar ditambah suling. Jadilah tarling, yaitu gitar dan suling,” tuturnya.
Seiring berkembangnya musik tarling, Jana pun mulai aktif menggeluti musik khas Cirebon sejak tahun 1946. Saat itu, Djana yang sering manggung bereksplorasi menggabungkan beberapa unsur musik ke dalam suara gitar sehingga menjadi melodi kiser.
Dijelaskannya, melodi kiser tarling klasik yang diciptakannya tersebut merupakan campuran lagu pada gamelan dan kroncong yang digabungkan dengan laras gamelan, pelog, slendro dan prawa khas Cirebon.

“Saya gabungkan banyak unsur musik tradisional Cirebon dan jadilah melodi kiser. Alhamdulillah banyak yang suka. Saya biasanya empat orang kalau manggung,” ujarnya.

Dari ciptaannya itu, Mama Djana pun menghasilkan banyak karya musik tarling klasik Cirebon. Namun, hingga berkembangnya zaman, musik tarling pun berubah menjadi musik organ tunggal dan dangdut cirebonan.

“Kalau lagu-lagu cirebonan yang terkenal banyak, ada kiser, waled, bendrong, barlen. Lagu tarling klasik menceritakan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Cirebon,” tuturnya.

Hingga berkembangnya musik di Cirebon, Mama Djana pun seakan tersingkirkan. Dalam kesehariannya, ia hanya berdiam diri di rumah sambil bermain gitar dan bernostalgia dengan karyanya sendiri. “Kalau ada teman-teman yang main ya latihan. Kadang saya juga ngajarkan anak-anak lain bermain gitar,” sebutnya.

Untuk menyambung hidup, Djana kini sangat bergantung dari anak serta cucu serta beberapa penghasilan dari manggung. Dia mengaku tidak tahu menahu soal royalti yang harus diterima ketika ada seniman lain membawakan musik tarling klasik ciptaannya. Dia juga mengaku khawatir era kejayaan tarling klasik Cirebon akan tergerus seiring dengan berkembangnya musik di era modern.

Djana mengaku, hingga saat ini belum banyak anak muda Cirebon yang berminat menjadi penerus musik tarling klasik. Terlebih, keaslian musik tarling klasik kini tidak banyak diketahui oleh masyarakat, khususnya seniman musik yang ada di Cirebon.

Menurut Djana, musik dangdut Pantura bukan bagian dari tarling. Pemerintah setempat, ungkap Djana, seakan cuek dan tidak ada keinginan untuk melestarikan musik khas Cirebon ini. “Ada juga dua anak muda sering ke rumah minta belajar ya saya ajari. Saya berharap banyak yang mau belajar dan saya siap memberikan ilmunya,” ujar Djana.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM

YOUTUBE

Diberdayakan oleh Blogger.