Senin, 27 Januari 2020

Tarling sanggar mama djana

Assalamualaikum W.R W.B

Sudjana Partanain (82) atau akrab disapa Mama Jana merupakan salah satu musisi Tarling Klasik yang sudah dikenal sejak era 1950-an. Dia adalah generasi kedua, musisi yang mempopulerkan kesenian Tarling Klasik, yang sebelumnya dikenalkan oleh Barang asal Gambirlaya, Cirebon. 
Di rumahnya yang terletak di Gang Melati VII, Kebon Baru, Kejaksan, Kota Cirebon, Mama Jana setiap harinya masih rutin berlatih Tarling Klasik dengan melemaskan jari-jemari memetik gitar kesayangannya. Hingga kini, dia masih konsisten bermain Tarling Klasik dengan 15 orang temannya yang tergabung dalam grup Candra Kirana.
Kecintaan Jana kepada kesenian Tarling Klasik dimulai pada tahun 1940-an ketika masih berusia 10 tahun. Dulu waktu masih muda, Mama Jana suka bermain gitar bersama dengan teman-temannya. Kemudian bersama temannya, dia sering diajak menonton penampilan Tarling Klasik.
"Kenal Tarling waktu umur 10 tahun, sering diajak nonton sama teman. Kemudian berlatih serius dan di tahun 1946 mulai diajak mentas dari satu tempat ke tempat lainnya," ungkapnya kepada Ayocirebon, Sabtu (21/4/2018).
Dijelaskannya, kesenian Tarling berasal dari gabungan dua alat musik yaitu gitar dan suling. Awalnya berasal dari gamelan Cirebonan,  kemudian nada-nada gamelan tersebut dipindah ke gitar lantaran dianggap sama dan bisa mencakup semua alat musik gamelan, bahkan bisa lebih komplet.
Dahulu kesenian Tarling ini dikenal dengan nama melodi Kota Udang. Dinamakan demikian, lantaran berasal dari Cirebon yang memiliki bangunan Balai Kota yang terdapat beberapa ukiran atau simbol berbentuk Udang. Namun seiring berjalannya waktu, agar lebih dikenal orang sebutan tersebut berubah menjadi Tarling.
"Tahun 1940 sampai 1950-an, Tarling sudah terkenal. Tetapi ketika itu namanya masih melodi Kota Udang kemudian diganti saja menjadi Tarling karena hanya memakai gitar dan suling serta biar mudah diingat," kata Mama Jana.
Kesenian Tarling kemudian ditambahkan beberapa alat musik lainnya seperti gendang, goong, kecrek dan penyayi wanita atau sinden. Tak hanya itu, saat mentas terdapat pula kreasi berupa lawak atau drama tentang kehidupan sehari-hari. Lagu Tarling Klasik di antaranya Pegat Baler, Kiser Saedah, Kakang Baridin, Sumpah Suci dan lainnya. 
Jana menuturkan, banyak suka duka menggeluti kesenian Tarling Klasik. Momen yang tidak pernah dia lupakan pada tahun 1940-an dirinya pernah bermain Tarling di depan para tentara Belanda dan Jepang. Lalu, dulu jika akan mentas penyanyi atau alat tidak datang atau telat semua anggota grup akan resah, terlebih ketika itu belum ada alat komunikasi seperti sekarang.
"Ketika mentas pernah ditanyai khawatir sebagai pemberontak. Tidak dilarang dan tidak  ditahan karena memainkan ini oleh Belanda. Karena sebelah rumah bapak saya di Pagongan banyak orang Belanda," bebernya. 
Jana mengaku, ketika masa kejayaan Tarling Klasik ditahun 1960 sampai 1970-an bersama grupnya, dia sering mendapatkan panggilan mentas setiap hari. Namun di pengujung tahun 1980-an, Tarling Klasik mulai kalah pamor dengan Dangdut Panturaan. Diakuinya Tarling yang ada saat ini sudah dicampur dengan alat musik modern sehingga berbeda dengan awal kemunculannya. 
"Terakhir rame Tarling Klasik di tahun 1960-70an dan di tahun 1980-1990an sudah campur kaya Dangdut Panturaan. Dulu sering main untuk ulang tahun Cirebon, sekarang jarang yang manggil," ucapnya.
Dia merasa sedih melihat kondisi kesenian Tarling Klasik yang saat ini tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah. Padahal ini adalah budaya asli Cirebon. Namun demikian Jana masih bangga bermain Tarling Klasik karena sangat jarang ada yang bisa. Atas kegigihannya Jana, di tahun 2017 pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah Indonesia sebagai "Sang Maestro Tarling Klasik".
"Saya bangga dengan Tarling Klasik jika diibaratkan seperti makanan saja yang dibutuhkan setiap hatinya. Saya pun bangga jasa dan karya saya di akui oleh pemerintah, pernah diajak ke Jakarta oleh Kemendikbud untuk ngajari orang bermain Tarling Klasik.
Share:

Tarling generasi ke generasi

Assalamualaikum W.R W.B

Tarling, jenis musik legendaris di Cirebon dan Indramayu lahir semasa zaman penjajahan Belanda. Di tengah jenis-jenis musik modern, terutama berbagai aliran dangdut, tarling selain bertahan, ia juga jenis musik yang bisa padu dengan genre lain. Contohnya yang populer adalah tarling dangdut yang hingga kini masih jadi kegemaran orang di wilayah pantura barat.
Sebagai genre musik yang telah lama, warna musiknya terus berubah seturut tokoh-tokoh alias pemusik-pemusiknya. Seperti ditulis ndayeng.wordpress.com, seenggak-enggaknya ada tiga generasi tarling.
Siapakah mereka?
Generasi Pertama
Sugro sebagai orang pertama yang dianggap menemukan genre musik tarling membentuk grup. Dia dan teman-temannya sering diundang untuk pentas pada pesta-pesta hajatan penduduk sekitar. Saat itu pentas digelar di atas alas tikar sederhana yang diterangi lampu petromaks (saat malam hari) dan sering kali mereka pentas tanpa bayaran alias cuma-cuma.
Selain itu, Sugro dan teman-temannya juga melengkapi pertunjukan musik mereka dengan penambahan selingan berupa sajian drama. Drama yang mereka mainkan lebih banyak berkisah tentang kehidupan sehari-hari yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Cirebon. Dari drama yang mereka mainkan itu  kemudian muncul lakon-lakon seperti Saida-Saeni yang berakhir tragis, Pegat-Balen, dan Lair-Batinyang begitu melegenda hingga kini.
Satu yang khas dari seni musik tarling generasi pertama atau awal ini adalah pada posisi pemain yang berjumlah empat orang. Masing-masing memainkan gitar melodi, gitar pengiring sekaligus bermain bass sinden dan seorang lagi pemain yang memainkan alat musik tiup tradisional berupa botol berwarna hijau sebagai pemanis lagu.
Suara yang keluar dari mulut si sinden inilah yang menjadi bagian penting dalam sebuah pertunjukan seni musik tarling klasik yang sebagian besar liriknya berkisah tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Cirebon.
Sugro dan teman-temannya disebut sebagai generasi pertama tarling.
Generasi Kedua
Pada perkembangan kedua musik tarling klasik ini atau generasi kedua. Muncul sosok seniman bernama Djana Partanain atau orang lebih mengenalnya sebagai Mama Jana. Dia memberikan penyempurnaan atau variasi baru pada instrumen musik tarling.  Penambahan tersebut berupa melodi kiser atau tembang klasik yang semakin membuat syahdu dan menjiwai karena ada sentuhan unsur tradisional khas Cirebon.
Pada masa inilah musik tarling Cirebon berjaya pada zamannya. Inovasi ini terbilang sebagai inovasi yang luar biasa karena semakin menunjukan kecirikhasan musik tarling klasik Cirebon.
Tarling Generasi Ketiga
Memasuki generasi ketiga, musik tarling mulai sedikit mengalami perubahan karena penambahan masuknya musik organ dan membuat ciri khas musik klasik Cirebon sedikit terkikis. Orang-orang Cirebon menamai jenis musik tarling masa ini dengan sebutan “teng dung cirebon” atau dangdut Cirebon.
Tapi pada masa ini juga lagu-lagunya sangat popule, misalnya “Waru Doyong”, “Gatutkaca Bli Bisa Mabur”, “Keloas”, “Mandor Kawat”, atau “Kopi Lendot” l. Kesemua lagu beraliran dangdut tarling ini seakan sudah menjadi ciri khas musik Indonesia selain genre dangdut pada umumnya.
Oya sebagai pelengkap, berikut beberapa catatan mengenai seni tarling seperti.
Share:

tarling kelasik dan moderen di indramayu

Assalamualaikum W.R W.B

Tarling Indramayu klasik dan modern itu sebenarnya hanyalah istilah. Karena modernisasi itu merupakan perkembangan jaman. Tarling kalau dilihat dari alatnya sudah modern. Kalau lagu dan irama musiknya memang klasik. Karena sudah ada sejak jaman Hindu dan saat jaman penjajahan Belanda. Hanya saja kini memperoleh Sebutan Tarling Klasik. 

Kalau tarling klasik sebenarnya Tarling “Teng Dung”. Karena di dalamnya ada sebuah tembang dengan irama yang dihasilkan dari gitar dan suling saja dengan laras tembang klasik dermayonan, seperti Kiser Saedah, Kiser Kedongdong, Cirebon pegot, Dermayon pegot, Kasmaran, Bayeman, dan bendrong. Adapun lagu-lagu itu asalnya diambil dari lagu-lagu “pujanggaan” berupa pupuh dandang gula, sinom, kinanti, pangkur, mijil dan lain lain yang diperbaharui dengan laras pelan diiringi suara gitar dan suling. 

Adapun yang disebut tarling modern saat ini yaitu grup kesenian tarling yang awalnya memiliki dua group dalam satu rombongan. Yakni group seniman tradisi pendukung drama dan musik tarling dan group musik berirama dangdut. Adapun cara bermainnya dengan petikan gitar gaya tarling yang kadang menyanyikan lagu dangdut asli berbahasa Indonesia, kadang berbahasa Indramayu Cirebon. 

Sementara pada saat ini muncul modernisasi yang lain. Ada group kesenian tarling yang menggunakan alat musik trio organ. Yaitu Gitar, Suling dan Organ serta didukung kemlong dan Kendang Blangpak. Ada juga yang dengan organ saja bisa membawakan lagu tarling klasik, dangdut dan lagu-lagu pop mengikuti selera pasar. Namun pada malam harinya ada drama humornya sebagai selingan. Kesenian ini disebut Organ Tarling. 

Pada perkembangan tarling berikutnya pengaruh modernisasi yang kian merajalela dan semakin terbukanya pasar bebas dan perdagangan internasional yang menglobal, membawa masyarakat seniman tarling dan para pebisnis musik tak guyah dengan pengaruh itu. Mereka yang fleksibel dan mengikuti perkembangan agar terus hidup dan berjaya. Sementara yang pakem dengan gaya lama, akan bubar dan hilang nama groupnya karena tak kuat menanggung biaya hidup nayaganya dan bersaing ketat dengan group organ tunggal. 

Kini Tarling klasik di Indramayu dan di Cirebon sudah bangkrut dan hilang, yang ada adalah grup Organ Dangdut Tarling, atau Tarling dengan iringan Organ yang ada lagu dan dramanya. Tak ada pakem yang dipertahankan. Karena kesenian ini akan terus berkembang sesuai tuntutan pasar, kondisi sosial masyarakatnya dan kemajuan tehnologi yang terus menuntut kreatifitas seniman dan masyarakat penontonnya yang menjadi lahan pasarnya. Dimana masyarakat akan memilih seni tradisional yang praktis, mudah dan murah. 

Sejak munculnya band-band baru dan lagu-lagu pop yang hits sebagaimana mewabah di tingkat nasional, ikut juga mempengaruhi perkembangan group tarling dan organ tunggal. Kejayaan musik-musik group band seperti, Raja, Gigi, The Cangcuter, Shela on7, hingga Ungu, ST 12, Wali di masyarakat telah menggeser posisi hiburan Organ Dangdut Tarling. 

Namun Group Organ Tarling Dangdut pun tak mau kalah. Mereka mencari penyanyi yang serba bisa menyajikan lagu-lagu yang disukai anak muda di sore hari dan di malam harinya ditambahi musik dangdut lama dan drama tarling serta lagu-lagu tarling dangdut. 

Disaat tarling mulai lesu dan tidak memperoleh panggungan, maka muncul nama-nama baru seperti Nano romansah dan H. Udin Zaen asal Indramayu yang menggabungkan kejayaan musik dangdut dalam pentas tarling. Sehingga ada dua pementasan dalam satu panggung yakni tarling klasik dimunculkan setelah Acara dangdutan gaya Rhoma Irama di pentas siang dan malam. 

Karena jasa Nano Romansyah dan Udin Zaen inilah kemudian grup-grup tarling lainnya mengajak pentas group dangdut anak-anak muda dalam satu panggung. Cara ini untuk melanggengkan kesenian tarling klasik. 

Berikutnya kemudian muncul tokoh Dangdut tarling seperti Yoyo Suaryo, Ipang Supendi, Toyib Suaryo, ITI S, Wati S., Nunung Alfi, Aas Rolani, Dewi Kirana, dan Kini era penyanyi organ tarling seperti Diana Sastra, Wulan, Noer Elfathony, Tuti, Deddy Yohana, Eddy Zaky, Wadi Oon, Thorikin, Edy Bentar, dan banyak tokoh lainnya, demikian diungkap Nurochman Sudibyo YS atau yang dikenal dengan nama Ki Tapa Kelana beberapa waktu yang lalu. 

Mudah-mudahan dengan tulisan ini generasi muda tidak lupa dengan sejarah budayanya sendiri dan bisa melestarikan budaya tersebut. 
Share:

Tarling indramayu

Assalamualaikum W.R W.B

Mungkin belum banyak yang mengetahui kalau kesenian tarling itu berasal dari Indramayu. Karena selama ini banyak yang mengasumsikan bahwa tarling itu berasal dari Cirebon. Sebagai generasi muda dan generasi penerus sudah selayaknya kita menggali sejarah mengenai kebudayaan asli daerah sendiri. 

Pada kesempatan ini kami akan mengulas mengenai sejarah tarling dan perkembangannya. Agar sejarah tarling dan kesenian tarling tidak punah ditelan zaman :

Sejarah Lahirnya Tarling 

Tarling berasal dari kata gitar dan suling. Kalau mendengar kata gitar tentu bukan alat musik asli dari Indonesia. Karena gitar berasal dari Eropa dan masuk ke Indramayu melalui jalan perdagangan di Bandar Cimanuk atau Pelabuhan Cimanuk. Belanda berkuasa di Muara Cimanuk dengan membangun Stasiun kereta terakhir di Paoman berasal dari kata Pa Omahan yang artinya Pemukiman, Gudang Beras Bramasta di Bawah Randu Gede Sebelah Timur Sungai Cimanuk dan Sebelah barat pusat pemerintahan Belanda pada abad 16. Saat itu Belanda memperkenalkan irama stambul setelah sebelumnya membawa tanjidor (jidur) selama beberapa ratus tahun. 

Dikisahkan pada masa penjajahan Belanda mendekati akhir kekuasaannya, ada seorang bangsa Belanda yang memiliki gitar yang terjatuh dan rusak. Kemudian gitar tersebut dibetulkan oleh kalangan masyarakat pribumi ahli kayu di desa Kepandean Indramayu yang merupakan nenek buyutnya Pak Sugra, warga Desa Kepandean, yang hingga akhir hayatnya pada tahun 2003 lalu dikukuhkan sebagai penemu Tarling. Karena ia adalah keturunan terakhir ahli kayu dan juga pembuat gitar yang meniru gitar jaman Belanda. 

Pada saat kakek buyut Pak Sugra membetulkan gitar yang pecah itu, ia iseng memetik dawai gitar. Ternyata saat dipetik suaranya ada yang mirip dengan suara gamelan. Adapun masyarakat pada zaman itu rata-rata fasih dengan irama gamelan sebagai alat hiburan yang digunakan dalam bermain musik dengan laras kiser, bendrong, bayeman, kasmaran, macan ucul dan lain-lain. Adapun lagu-lagunya merupakan bentuk lagu-lagu pengungkapan suasana hati dan perasaan masyarakat pada saat itu. 

Atas jasa sesepuh dari Pak Sugra itulah kemudian alat tradisional gamelan, gendang dan suling yang biasanya dipikul keliling dari-desa ke desa disaat ngamen, diubah atau dipindahkan pada gitar dengan menggunakan Gitar dan suling saja. Karena pada waktu mudanya Pak Sugra dikenal sebagai pelatih tembang atau nyanyi dan pandai bermain gitar dengan laras gemelan, maka ia disebut tokoh yang pertama memindahkan irama gamelan ke Gitar dan Suling. 

Pada saat itu namanya bukan tarling tapi dikenal dengan sebutan kesenian Teng Dung. Dalam pentas kesenian ini digelar dari rumah ke rumah untuk acara keluarga dan pertemanan kemudian ditambahi alat gendang, kecrek dan kemlong sebagai pengiringnya. Namanya belum disebut sebagai Tarling

Pada waktu itu Jayana (tokoh dalang Tarling asal Semaya Krangkeng) dan Dadang Darniah (sinden Tarling asal Bogor Sukra Indramayu) di saat mudanya sering berkumpul di rumah Pak Sugra belajar dan berlatih tembang dan musik tengdung sekitar tahun 1940-an. 


Seiring kemajuan jaman dan tuntutan kebutuhan hiburan masyarakat, gamelan yang selama ini digunakan mendukung cerita di dunia pewayangan atau yang disebut gamelan wayang mulai diterapkan pada musik tengdung. Musik tengdung kebanyakan berlaras tembang kiser yang monoton saat disajikan berupa tembang yang menyayat dan yang agak cepat disebut dengan kiser gancang seperti pada Lagu Sumpah Suci, Wulan Purnama, Gadis Indramayu dan lain-lain. 
Maka untuk memberikan sebuah sajian yang menarik dan bisa ditonton semalam suntuk, para seniman tengdung pada saat itu mulai memasukkan unsur drama humor dan drama keluarga. Tentu saja diringi tembang sinden dan lagu-lagu kiser gancang sebagai daya tarik pada penggemarnya. 

Setelah kemerdekaan salah satu tokoh muda seniman tarling bernama Jayana menyebut kesenian ini dengan nama “Melodi Kota Ayu” karena dalam musik ini didominasi oleh gitar melodi dari kota Indramayu. Nama ini bertahan kurang lebih selama lima belas tahunan, kesenian ini melanglang buana dari desa ke desa dari kota-ke kota dengan sebutan yang sangat tenar “Melodi Kota Ayu”. 

Kepiawaian Jayana dalam mementaskan “Melodi Kota Ayu” semakin banyak diminta oleh kalangan bangsawan dan ningrat keraton Cirebon. Tensi pementasannya pun kemudian lebih banyak di Cirebon dibanding dengan di Indramayu. Sampai kemudian ia menikah dengan keluarga keraton Cirebon. 

Saat itulah Jayana diminta mengganti nama untuk pentas keseniannya menjadi “Melodi Kota Udang”. Setelah itu muncul tokoh muda di Cirebon yang mulai mengikuti langkah-langkah berkesenian ala Jayana, yaitu Sunarto Martaatmaja, sekitar pertengahan tahun 60 hingga 70-an yang digemari oleh masyarakat Cirebon dan Indramayu. 

Saat kejayaan Sunarto ia menyebut dan mempropagandakan kesenian yang telah dimunculkan Jayana itu dengan Nama “Tarling”. Sebutan dari Gitar dan Suling sebagai alat musik yang mendominasi kesenian tersebut. Sunarto Marta Atmaja, berhasil mengangkat nama kesenian Tarling saat ia pentas bareng dengan pesinden terkenal asal Indramayu Mimi Dadang Darniah pada tahun 1971 melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Cirebon, sebagai satu-satunya sarana komunikasi dan hiburan masyarakat di Wilayah 3 Cirebon yang meliputi Cirebon, Majalengka, Kuningan dan Indramayu. 

Sunarto dan Dadang Darniah berhasil memukau pendangan dan publik melalui tarling saat itu dengan mengisahkan lakon “Gandrung Kapilayu” atau yang kemudian dikenal dengan julukan “Kang Ato Ayame ilang” sebagai bagian dari dialog percintaan mereka di acara siaran langsung RRI Cirebon saat itu. 
Maka untuk memberikan sebuah sajian yang menarik dan bisa ditonton semalam suntuk, para seniman tengdung pada saat itu mulai memasukkan unsur drama humor dan drama keluarga. Tentu saja diringi tembang sinden dan lagu-lagu kiser gancang sebagai daya tarik pada penggemarnya. 

Setelah kemerdekaan salah satu tokoh muda seniman tarling bernama Jayana menyebut kesenian ini dengan nama “Melodi Kota Ayu” karena dalam musik ini didominasi oleh gitar melodi dari kota Indramayu. Nama ini bertahan kurang lebih selama lima belas tahunan, kesenian ini melanglang buana dari desa ke desa dari kota-ke kota dengan sebutan yang sangat tenar “Melodi Kota Ayu”. 

Kepiawaian Jayana dalam mementaskan “Melodi Kota Ayu” semakin banyak diminta oleh kalangan bangsawan dan ningrat keraton Cirebon. Tensi pementasannya pun kemudian lebih banyak di Cirebon dibanding dengan di Indramayu. Sampai kemudian ia menikah dengan keluarga keraton Cirebon. 

Saat itulah Jayana diminta mengganti nama untuk pentas keseniannya menjadi “Melodi Kota Udang”. Setelah itu muncul tokoh muda di Cirebon yang mulai mengikuti langkah-langkah berkesenian ala Jayana, yaitu Sunarto Martaatmaja, sekitar pertengahan tahun 60 hingga 70-an yang digemari oleh masyarakat Cirebon dan Indramayu. 

Saat kejayaan Sunarto ia menyebut dan mempropagandakan kesenian yang telah dimunculkan Jayana itu dengan Nama “Tarling”. Sebutan dari Gitar dan Suling sebagai alat musik yang mendominasi kesenian tersebut. Sunarto Marta Atmaja, berhasil mengangkat nama kesenian Tarling saat ia pentas bareng dengan pesinden terkenal asal Indramayu Mimi Dadang Darniah pada tahun 1971 melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Cirebon, sebagai satu-satunya sarana komunikasi dan hiburan masyarakat di Wilayah 3 Cirebon yang meliputi Cirebon, Majalengka, Kuningan dan Indramayu. 

Sunarto dan Dadang Darniah berhasil memukau pendangan dan publik melalui tarling saat itu dengan mengisahkan lakon “Gandrung Kapilayu” atau yang kemudian dikenal dengan julukan “Kang Ato Ayame ilang” sebagai bagian dari dialog percintaan mereka di acara siaran langsung RRI Cirebon saat itu. 

Pada perkembangan berikutnya sebutan kesenian Tarling oleh Sunarto dan Pesinden Dadang Darniah, di Indramayu bermunculan group-group tarling baru setelah keberhasilan Jayana di Kota Cirebon. Pesinden Dadang Darniah membentuk Tarling Endang Darma, Pesinden Hj. Dariah membuat kesenian dengan nama Tarling “Cahaya Muda”, dan Di Cirebon Muncul Abdul Adjib membentuk Tarling “Putra Sangkala” sedang Sunarto Marta Atmaja berjaya dengan group Tarling-nya “Nada Budaya”.

Pada perkembangan berikutnya Abdul ajib yang berhasil menciptakan lagu dan diterima oleh publik nasional serta cerita dalam lakon dramanya yang fenomenal, karena ia sangat tekun memilih lagu dan membuat drama dengan tehnik dan cara sesuai dengan pengalaman pendidikan dan karena latar belakangnya sebagai tokoh seniman tarling dan juga berpendidikan tinggi serta masuk kalangan ningrat Cirebon. 

Maka lahirlah lagu tarling yang fenomenal seperti Warung Pojok, Sega Jamblang, Tukang Cukur, Angon Bebek yang ia sebut sebagai lagu tarling laras kiser gancang. Dan Kisah Drama “Baridin Suratminah” atau “Kemat Jaran Guyang” juga lakon “Martabakrun”, dan “Rajeg Kerep Kandang Ayam” menjadi kenangan yang tak bisa dilupakan. 

Berbeda dengan seniman tradisional Indramayu yang setiap malam melakonkan kisah yang berganta-ganti dengan koleksi ratusan cerita tanpa naskah, dan ratusan lagu tanpa dokumentasi, yang sulit diingat dan dijadikan legenda kecuali Drama “Saedah Saeni” yang mengisahkan asal usul Kesenian Ronggeng Ketuk dan cikal-bakal Tayuban di Indramayu pada masa lalu. Untuk lakon ini boleh dipentaskan oleh grup tarling manapun. Karena lakon ini merupakan legenda yang sudah turun-menurun diceritakan sebagai bagian dari sastra tutur yang berjalan ratusan tahun yang lalu. 

Share:

Tarling kelasik dan tarling moderen

Assalamualaikum W.R W.B

Kesenian tradisi tidak hanya sebagai hiburan tetapi lebih dari itu, yakni mempunyai nilai adiluhung. Umumnya, bentuk kesenian tradisi terlihat kaku dan kuno, belum lagi arus jaman terus bergulir dan menggeser selera masyarakat dalam memilih hiburan kesenian. Sehingga kesenian tradisi mau tidak mau berubah mengikuti selera penonton. Salahsatu kesenian tradisi yang bergeser nilai estetika dan merubah selera penonton adalah tarling.
Nama genre musik Tarling awalnya disebut sebagai Gitaran (dalam bahasa Jawa Cirebon namanya mengacu pada aktivitas bermain gitar), kemudian berubah menjadi Jayanaan (dalam bahasa Jawa Cirebon berarti 'musik yang dimainkan oleh Jayana'). Jayana adalah nama musisi Gitaran dari Indramayu. Kemudian istilah Jayanaan berubah berdasarkan lokasi geografisnya seperti Melody Kota Udang dari Cirebon, Melodi Kota Ayu dari Indramayu, dan Melodi Kota Resik dari Majalengka, hingga saat itu kemudian berubah menjadi Tarling. Penggunaan nama "Tarling" berbasis pada fragmen nama alat musik yang digunakan, yaitu kata "tar" yang diambil dari fragmen kata gitar dan "ling" diambil dari serpihan kata seruling.

Secara umum, seni tarling di Cirebon belum mati atau hilang, tetapi ada perubahan dalam seni Tarling, diamati dari tekstual dan aspek kontekstual. Ada dua macam pengembangan Tarling, Tarling klasik / Tradisional dan Modern Tarling. Sekarang, masyarakat Cirebon seperti dibagi menjadi dua kelompok: kelompok lama yang menganggap Tarling Classika / tradisional dan Tarling yang muncul dengan Present baru seperti  Tarling Dangdut, Cirebonan dan Panturaan.
Untuk menampilkan nuansa yang berbeda, sekaligus memperkenalkan kesenian tradisional tarling, kalangan seniman tradisional Cirebon dari berbagai latar belakang, mencoba menghadirkan Simfoni Tarling
"Pertunjukan ini hadir sebagai bentuk ikhtiar yang hendak mensejajarkan tarling di jalur musik nusantara. Dengan demikian, tarling bukan semata milik masyarakat Cirebon, tetapi menjadi kesukaan dan kebanggaan masyarakat nusantara," ungkap sutradara Simfoni Tarling, Dedi Kampleng, dalam siaran persnya.
Untuk menampilkan nuansa yang berbeda, sekaligus memperkenalkan kesenian tradisional tarling, kalangan seniman tradisional Cirebon dari berbagai latar belakang, mencoba menghadirkan Simfoni Tarling
Simfoni Tarling merupakan sebuah seni pertunjukan yang memadukan orkestra dan tarling orisinil yang berkolaborasi dengan seni tari, seni sastra dan multi media, serta berbagai seni lainya yang menjadi kekayaan nusantara.
"Pertunjukan ini berupaya menghadirkan sejarah dan perkembangan tarling dengan suguhan pangung, tata cahaya, tata artistik modern yang berlatar belakang tradisi Cirebon dengan menampilkan maestro tarling dari setiap zamannya," jelasnya.
Dedi mengharapkan, ketika suatu kesenian dipentaskan dengan kemasan menarik dan kekinian dengan tanpa mengurangi nilai-nilai mendasar dari kesenian itu sendiri, akan mengembalikan kesenian, khususnya tarling, setia ada di hati masyarakat.
"Kami sadari, sebagai generasi penerus, kami masyarakat Indonesia memiliki tanggungjawab untuk melestarikan segala kesenian yang ada di bumi nusantara," kata Dedi.
Seni dan budaya tarling ini patut untuk dilestarikan, sebab pesona Indonesia tak hanya ada melalui panorama indah dari alam, namun seni dan budaya juga merupakan identitas bangsa yang harus dilestarikan dan dijaga.

Share:

Minggu, 26 Januari 2020

Tarling dan ibu hamil

Assalamualaikum WR. WB

Percaya atau tidak memang begitu adanya,  bahwa tarling itu baik bagi kesehatan ibu hamil.
Tarling, dikenal sebagai salah satu peninggalan budaya yang artsy dan masih sangat digandrungi oleh sepertiga wilayah Jawa Barat. Tarling merupakan kesenian khas daerah Cirebon, Kuningan, Indramayu, bahkan telah merambah ke daerah-daerah disekitarnya. Tarling adalah sebuah seni musik yang dipadukan dengan gamelan, seruling yang dimainkan dengan tempo apik sehingga mampu membuat siapapun yang mendengar bisa menikmati gaya musik yang artsy itu.
Dalam beberapa acara kemasyarakatan, terutama daerah khas Tarling, kesenian Tarling pasti tidakk akan terlewatkan untuk ditampilkan dan dinikmati oleh masyarakat. Baru-baru ini setelah adanya reset penelitian pada tahun 2015 oleh Kementerian Kesehatan Kabupaten cirebon, tarling bukan hanya sebagai media hiburan semata. Tarling juga bisa digunakan sebagai media peningkatan pengetahuan terhadap ibu hamil.
Mengingat salah satu fungsi tarling sebagai sarana kreativitas dan inovatif seni budaya serta sarana atau media penyampaian berbagi pesan pembangunan, baik pembangunan fisik, kesehatan maupun pembangunan mental spiritual, maka budaya ini tepat jika dijadikan metode dan media yang inovatif di dalam penyampaian informasi atau materi yang diberikan pada pelaksanaan kelas ibu hamil di Kabupaten Cirebon, agar setiap ibu mudah menerima dan mengingat materi yang diberikan. Selain ibu, keluarga dan masyarakat lainnya pun dapat dengan mudah mengetahui materi pada kelas ibu hamil, dengan mengalunkan seni budaya tarling.
Saliman pada Tahun 2007, menyatakan bahwa pemanfaatan budaya lokal yang digunakan sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan proses belajar mengajar, hal itu dapat dilihat pada keaktifan untuk bertanya dan berpendapat, selain itu, pemanfaatan budaya lokal sebagai media pembelajaran pun dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik yang terbukti dengan meningkatnya prestasi akademik.

Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, hendaknya mengambil kebijakan dalam penggunaan media tarling Cirebonan sebagai media berbasis budaya lokal, yang merupakan media pembelajaran inovatif untuk melengkapi media yang sudah ada. Media tersebut dapat diterapkan pada kelas ibu hamil, maupun sebagai media penyampaian pesan kesehatan ibu dan anak kepada keluarga dan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu.

Share:

Jumat, 24 Januari 2020

Tentang tarling

Assalamualaikum WR. WB

Ketika membahas tentang tarling, maka itu akan menjadi pembahasan yang sangat menarik,  untuk itu saya akan memberikan sedikit ulasan tentamg tarling.
Bagi sobat yangmemiliki banyak pengetahuan mengenai musik yang ada di daerah Jawa Barat, maka pastinya sobat sudah mengetahui ada seni musik yang sangat populer di daerah tersebut. Ya, seni musik tersebut adalah tarling.Pasalnya Seni musik ini telah banyak digemari oleh masyarakat di daerah Jawa Barat terutama di daerah pesisir pantai (pantura), Indramayu dan juga Cirebon.
Sebagai warga negara yang baik, maka sudah sepantasnya kita menjaga dan melestarikan kebudayaan dan kesenian yang ada di Indonesia. Yaitu salah satunya adalah seni musik tarling
Sebagai warga negara yang baik, maka sudah sepantasnya kita menjaga dan melestarikan kebudayaan dan kesenian yang ada di Indonesia. Yaitu salah satunya adalah seni musik tarling
Perlu sobat ketahui bahwa nama tarling sangat identik dengan nama instrumen musik gitar dan seruling. Hal ini karena awalnya musik ini di ciptakan oleh seorang tokoh bernama Mang Sakim dan juga anaknya Sugra.
Mereka membuat eksperimen dengan memadukan nada-nada gamelan yang diiringi gitar dan juga seruling bambu, dan oleh karena inilah seni musik tersebut dinamakan tarling. Berikut adalah penjelasan selengkapnya mengenai seni musik tarling.
Share:

Peranan musik tarling

Assalamualaikum WR. WB

Apakah musik tarling punya peranan dalam tatanan masyarakat khusus nya masyarakat pantura seperti cirebon dan indramayu.?  Jawaban nya iya, musik tarling memiliki pranan penting terhadap tatanan masyarakat khusus nya masyarakat pantura.
Seni musik tarling juga memiliki peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat terutama bagi masyarakat yang berada di daerah pantura (pesisir pantai utara), Cirebon dan juga Indramayu.
Penasaran dengan peranan seni musik tarling ini? Seni musik tarling ini memiliki peranan sebagai cerminan budaya serta kehidupan masyarakat Indramayu, musik tarling juga berperan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan karakter bangsa khususnya di daerah Indramayu, Jawa Barat.
Selain itu musik tarling juga dapat berperan sebagai sarana penyampaian nasehat yang berhubungan dengan kehidupan. Jadi, seni musik ini sangatlah penting untuk dilestarikan karena memiliki peranan yang baik bagi masyarakat khususnya yang bertempat tinggal di daerah Indramayu, cirebon dan juga pantura.
Nah, demikianlah sedikit ulasan mengenai seni musik tarling yang dapat saya sampaikan dalam artikel yang berhasil saya buat pada kesempatan kali ini. Terima kasih, karena sobat telah meluangkan waktu sejenak untuk sekedar membaca artikel ini.
Semoga saja dengan adanya artikel ini, saya dapat memberikan sedikit manfaat bagi sobat. Dan semogamelalui artikel ini pula, juga dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi sobat.
Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati sobat dalam penulisan artikel ini. Sampai jumpa lagi di lain kesempatan, tentunya pada artikel-artikel saya selanjutnya. Sekian dan Terima kasih.
Share:

Kamis, 23 Januari 2020

Tarling

Tarling


Saya mahasiswa semester satu,di sini saya mendapat kan tugas tentang"TARLING".Mungkin sedikit yang tau tentang tarling karna sudah tidak populer di kalangan masyarakat karna,tarling merupakan kesenian khas wilayah pesisir timur laut jawa barat(Jatibarang,Indramayu-Cirebon dan sekitar nya).Musik tarling sudah jarang di mainkan  di kalanganmuda pada era sekarang,karna masuk nya dunia musik yang banyak sekali masuk ke indonesi,dari dalam negeri atau pun luar negeri.
Tarling bisa di bilang musik tradisional karna tarling muncul pada tahun 1960-an,di tahun 90-an tarling masi banyak yang mendengarkan atau yang memain kan,dan tarling pun pudar semenjak meluas nya musik musik dangdut yang masuk kedunia musik,setelah itu tarling mempunyai pemikiran yang mana musik tarling di masuk kan unsur unsur dangdut di dalam nya.
Nah ada yang tau dengan lagu warung pojok?siapa si yang ga kenal dengan lagu ini,sebuah lagu yang telah menjadi satu lagu wajib peserta pasukam pengibar bendera,setiap 17 agustus di jakarta.Nah ternyata lagu warung pojok ini dari daerah Cirebon yang di ciptakan oleh seniman tarling.
Tarling terdiri dari penyanyi wanita(pensinden)dan penyanyi pria(wira swara).Penyanyi terkenal tarling adalah Aam Aminah,Nyi dadang Darniah Biduanita tarling grup Endang Darna dari palimanan cirebon.
kesenian tarling masi saja di main kan ya walaupun tidak sepouler lagu dangdut,untuk menjaga musik musik tradisional mari kita para pemada bangsa indonesia cintai lagu daerah,dan terus pelajari musik daerah,jangan sampai musik daerah musnah begitu saja.
Buat saya musik tradisional wajib untuk di teruskan,dan kita harus bangga dengan musik tradisional dari daerah kita masing masing,apa lagi dengan menyebar kan musik tradisional di zaman ini sanggat mudah,tidak sesusah seperti dulu,harus mengenal kan tarling dengan manggung dari desa ke desa lain,di zaman ini saya yakin anak SD,SMP,danSMA pasti mempunyai hp yang canggih,media sosial sanggat luas untuk memperkenal kan musik budaya kita,jadi jangan lupakan musik musik tradisional teruslah kembangkan jangan sampe pudar,musik indonesia yang tradisional enak enak loh untuk di dengar mungkin itu aja yang bisa saya bagikan ke pembaca untuk mengenal tarling.
Share:

Selasa, 21 Januari 2020

Tarling cirebon dan konsep



Assalamualaikum WR. WB.

Daya magnet yang kuat melalui nada yang khas yang konon mampu membius para penggemar musik Tarling yang setia dan selalu menjunjung tinggi nilai leluhur.
 
Musik sakral ini selalu terlantun dalam setiap momen, dari mulai Agustusan, hajatan, srawungan, kendurian hingga pengajian khususnya di wilayah Ciayumajakuning tercinta (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang seakan menggambarkan bahwa musik ini enaknya bukan main. Daya magnet yang kuat melalui nada yang khas yang konon mampu membius para penggemar musik Tarling yang setia dan selalu menjunjung tinggi nilai leluhur. Semua ini tidak terlepas dari berbagai unsur Marketing Mix 4P yang terkandung di dalamnya.

Selama momen 17 Agustusan kemarin saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman di Cirebon yang selalu memanggil manggil setiap saat, kapan pun dan di mana pun, dari mulai makanannya, orang-orangnya hingga musiknya—ini yang sangat khas dan melebihi dari segala-galanya. Pada momen Agustusan tahun ini saya ikut serta membantu menjalankan kegiatan lomba yang telah dirumuskan secara matang jauh jauh hari dan maslahat oleh Karang Taruna setempat. Selama mengikuti pra kegiatan, kegiatan hingga pasca kegiatan ada tiga musik yang selalu diputar berulang-ulang, bahkan saat senam ibu-ibu setempat sebelum memulai lomba lagu lagu Tarling tersebut menjadi primadona seperti  “Juragan Empang” yang saking terkenalnya sampai di cover oleh Via Valen dan Nella Kharisma sebagai agen marketing perwakilan Jawa Tengah, lalu ada “Cibulan” dan terakhir “Lanange Jagat”—yang kalau diterjemahkan judulnya kurang lebih artinya “Bos Tambak Ikan”, “Cibulan” (sebuah kolam alami yang dihuni oleh ikan dewa di Kuningan Jawa Barat) dan “Pria Tampan” (jagat merepresentasikan ketampanan yang maksimal di dunia maupun akhirat).

Semenjak itu saya mulai mbatin—wah ini sebuah hegemoni yang membanggakan dan patut dipertahankan nih. Sejujurnya saya merasa sangat bangga sekaligus terheran-heran karena semua orang di lingkungan tempat tinggal sangat menikmati alunan nada yang “khas” dari musik Tarling Cirebonan yang diputar berulang-ulang oleh panitia sebagai pengiring srawung dan lomba selama Agustusan kemarin. Bahkan jajahan Via Valen dan Didi Kempot yang kembali naik daun pun masih tidak mempan menguasai skema musik dangdut di wilayah tiga Cirebon, sehingga musik yang konon dianggap “sakral” oleh seluruh pendengarnya dari semua penjuru tanah Pantura Cirebon ini memiliki daya tarik marketing khusus yang bisa dibilang membius dan meluluhkan.

Daya marketing apa sih sebenarnya yang mampu membranding musik yang disukai oleh semua lapisan masyarakat ini? Mumpung ingat, seketika itu juga saya mencoba merenung dan berdiskusi dalam diri melalui pergulatan yang panjang guna mengingat ngingat teori dari Kotler dan Armstrong yang pernah saya pakai sebagai bahan referensi skripsi bertahun tahun lalu itu, dan diadopsi dari buku Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen-nya Dr. Ratih. Ternyata konsep Bauran pemasaran atau Marketing Mix-lah yang menjadi hegemoni semua itu,

Mari kita simak keseruan ini, jadi saya yang agak sok tahu ini mencoba menyimpulkan dari teorinya Kotler bahwa bauran pemasaran 4P atau Marketing Mix 4P adalah penentu kesuksesan musik Tarling yang sangat egaliter ini. Bagaimana tidak, dari mulai pejabat kelurahan, driver angkot Gunung Sari-Palimanan hingga pekerja konstruksi semuanya menggemari lagu Tarling dan tanpa diduga tanpa dinyana ternyata hal ini sangat relevan. Secara singkat tools andalan orang marketing ini merupakan medium dari rencana pemasaran yang taktis dan dapat dikendalikan secara berkala tergantung dari permintaan baik produk, harga, distribusi, dan promosi yang dicampur aduk oleh perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkan dari seluruh kalangan pendengarnya. Itu pengertiannya sih. hehe

Nah masuk ke P yang pertama yaitu berkaitan dengan Product. Secara komposisi nada, lagu Tarling Cirebonan sendiri selalu diawali oleh intro yang khas dan membius seperti aroma mie goreng yang memanggil manggil saat lapar tiba, salah satu contohnya adalah lagu Lanange Jagat, lagu Tarling yang bertema cinta ini membuat pendengarnya menjadi bucin yang elegan. Diawali oleh gebukan Kendang yang menghentak ditambah petikan gitar distorsi yang dibuat clean ini seakan mewakili perasaan jatuh cinta para pendengarnya sehingga mensugesti supaya tetap menjadi bucin yang elegan dan itu dibuktikan oleh liriknya yang puitis dan bermakna dalam namun tetap relevan bagi pendengar milenial di era sekarang seperti saya dan disitulah sisi nilai jual produknya. Saya yakin penggemar Via Valen atau Didi Kempot pasti langsung suka. Bahkan sekelas Djaduk Ferianto pun yang dikenal sebagai Master music Jazz dan Instrumental terpikat untuk mengaransemen lagu Tarling Cibulan yang dibawakan secara ciamik di acara Jazz Gunung tahun 2014 silam.

P yang berikutnya adalah Price atau harga. Di Cirebon sendiri sangat tidak susah mencari EO yang menjadi juragan Tarling. Di lingkungan kompleks saya saja—Perumahan Indogriya, Klangenan, Cirebon) terdapat 3 orang pengusaha. Otomatis dari segi harga juga bersaing dan bisa dinego HT alias harga tetangga pastinya terjangkau dan berkualitas.

P berikutnya adalah Place atau tempat. Gampangnya place adalah alur distribusi. Penyebaran yang begitu massive di tanah Cirebon dan sekitarnya membuat semua orang dapat menikmati musik Tarling ini di mana pun dan kapan pun, di dalam angkot, di dalam becak, berjalan di pasar—kedai kaset seharga 5 ribuan selalu jadi panggung Tarling portable dadakan—dan driver-driver truk yang lalu lalang membuat akses penyebarannya begitu kuat.

P selanjutnya masih berkaitan dengan P sebelumnya yaitu Promotion. Sepertinya seluruh medium bisa jadi saluran promosi mereka. Bahkan dahulu ketika internet belum massive kekuatan word of mouth jadi jawaban. Orang-orang Cirebon biasanya mengamati mana Tarling yang berkualitas mana yang tidak. Cirinya yang paling tampak adalah banyaknya fill in Koplo pada gebukan Kendang dan kekomunikatifan dari penyanyinya. Ada yang selalu saya ingat yaitu Kuntring dan Wa Goblag. Kekuatan mereka di jokes-jokesnya yang elegan dan mampu memancing gelak tawa.

Semoga analisis ini mampu mempertahankan geliat musik Tarling Cirebonan yang membuatnya terus berekspansi ke segala penjuru tanah air kita, membawa semangat kemerdekaan yang selalu dijunjung tinggi para pendegarnya secara egaliter. Salam Tarlingan.
Share:

Sejarah tarling wong cirebon


Assalamualaikum WR. WB.

Pada kesempatan ini saya ilham fahrulroji akan sesikit membagi pengetahuan seputar kesenian kota asal saya, kota cirebon. kota cirebon mempunya kesenian musik yaitu musik tarling. 


Sekitar tahun 1930 kesenian ini lahir dan tumbuh di pesisiran cirebon dan sekitarnya. Tarling ( gitar dan suling) biasa di plesetkan dengan arti " tes melatar gageh eling" ( sehabis nakal lekaslah sadar) konon begitulah pengertian. Berbicara asal muasal kesenian tersebut mungkin masih simpang siur, sebab setiap wilayah memiliki versinya masing-masing; terutama Cirebon, Majalengka dan Indramayu.  
Menurut versi Indramayu, berawal saat seorang komisaris Belanda yang meminta bantuan pada seorang tukang kayu bernama mang Sugra untuk memperbaiki gitarnya yang rusak. Singkat cerita gitar yang diperbaiki tak kunjung diambil, berangkat dari hal tersebut pa sugra kemudian mempelajari alat musik tersebut dan seiring berjalannya waktu lahirlah Tarling.
Menurut versi cirebon; jauh sebelum pa Sugra mengenal gitar, dikota cirebon gitar sudah jauh diperkenalkan pada masyaralat cirebon baik karena letak keresidenan Belanda yang memang berpusat dikota Cirebon atau peran sebuah  sanggar kesenian milik masyarkat pendatang yang berasal dari dataran Cina. Konon sanggar ini berusia tidak jauh berbeda dengan klenteng tertua yang berada ditepian pelabuhan Cirebon. Sanggar ini Terletak diwilayah kebon panggung, dan dari sinilah konon Tarling tumbuh dan berkembang. 
Tarling pada prinsipnya baik wilayah Cirebon, Indramayu atau Majalengka memiliki kesamaan, hal yang ketara dalam kesamaan tersebut ialah mentransformasi bentuk bunyi gamelan kedalam gitar. Tiap-tiap bunyi dan fungsi instrument gamelan di tranformasi kedalam petikan-petikan gitar. Sebagai contoh;  fungsi saron  pada kesenian karawita ( baik saron 1 dan dua ) dengan tunning yang serupa coba di wujudkan tarling dengan dua gitar dengan patokan dan dan fungsi yang tidak jauh berbeda (nyaris serupa) dengan laras-laras saron karawitan seperti kisser, pelog, perawal dan yang lainya. Pada dasarnya jika dalam karawitan memiliki varian instrument yang beraneka raga (saron, kenong, gong ddll),- kesenian tarling mengemas musik karawitan menggunakan petikan gitar dan tiupan suling.
Dalam rantai cerita perkembanganya, tarling berkembang dan asuh secara penuh oleh panggung pementasan. Dibesarkan dan dibentuk oleh kebutuhan panggung, formula instrumen gitar dan suling menjadi babak awal dimana tarling menunjukan diri pada khalayak. 
Tarling mengalir seperti air yg mampu mengisi ruang tempat di mana ia di tuangkan. Dimensi tarling berkembang baik dari segi teknis sampai esensinya. Secara teknis penambahan gendang, kecrek, sampai bunyi sendok pernah mewarnai dan menjadi bagian pementasan tarling. Sedangkan dari sisi isi tarling yang pada awalnya berisi instrumem kemudian mewujud dalam tembang2 bersyair, bahkan hingga selipan pementasan lakon-lakon sandiwara yang syarat pesan moral sampai gelak tawa dan canda.
Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat turut menggiring tarling menyesuaikan dirinya, tidak terkecuali tema-tema dalam lirik tarling. Lirik dalam tarling terdiri dari parikan dan wangsalan. Baik parikan atau wangsalam biasanya cenderung memiliki gaya spontanitas penembangnya. Tema-tema yang coba di sampaikan beraneka ragammulai dari cinta, gurauan satir, keresahan pribadi hingga pesan - pesan moral dan nilai-nilai dalam kepercayaan. 
Pra kemerdekaan (1930-1940), tarling dianggap sebagai kesenian yang mampu menyampaikan semangat perjuang rakyat. Muatan lirik yang penembang tarling suarakan pada tahun 1940an berisi semangat-semangat perjuang rakyat dan di anggap sebagai sarana dalam mengkomunikasikan perjuang rakyat dari satu tempat ketempat lainya (khususnya wilayah cirebon dan sekitranya). 
Share:

Jumat, 17 Januari 2020

TARLING YANG HARUS DILESTARIKAN


Kesenian tradisional Indonesia sangat kaya. Kesenian tradisional adalah kesenian yang menjadi hidup masyarakat dalam suatu kaum, puak, suku, bangsa tertentu yang mengandung nilai estetika dan berpegang teguh pada tradisi. Salah satunya kesenian tradisional tarling. Untuk tetap lestari, para seniman Cirebon dari berbagai latar belakang kesenian yang berbeda, menghadirkan simfoni tarling. Pertunjukkan simfoni tarling membawa konsep pertunjukkan musik berskala nasional dengan rasa internasional, yang menyuguhkan panggung konser musik orkesrta saat ini dengan lighting gemerlap dan latar belakang multimedia yang menajubkan.
            “Pertunjukakan ini hadir sebagao bentuk ikhtisae yang hendak mensejajarkan tarling di jalut musik nusantara. Sehingga tarling kini bukan semata milik masyaralat Cirebon, tetapi menjadi kesukaan dan kebangaan masyarakat nusantara”
            Simfoni tarling merupakan sebuah seni pertunjukkan perpaduan antara orchestra dan original tarling yang berkolaborasi dengan seni tari, seni sastra dan multimedia, serta berbagai seni lainnya yang menjadi kekayaan nusantara. Pertunjukkan ini berubaya menghadirkan sejarah dan perkembangan tarling dengan suguhan panggung, tata cahaya, tata artistik modern yang berlatar belakang tradisi Cirebon dengan menampilkan moestro tarling dari setiap zamannya.
            Sekitar 100 lebih para pemian dan pendukung pergelaran, baik dari seniman asli Cirebon maupun dari luar, Simfoni tarling digelar MESTI Cirebon dan didukung Pesona Indonesia Kementrian Pariwisata. Pergelaran diiringi oleh Oeblet Tabuhan Nusantara Etnic Orchestra dibawah konduktor Kang Oeblet ini mengambil tema Persembahan Cirebon untuk Nusantara.
            Pergelaran simponi tarling ini berbeda dengan pertunjukkan lainnya karena ini merupakan sebuah seni pertunjukkan yang memadukan orchestra dan musik tarling asli. Simfoni tarling ini akan tetap menonjolkan keaslian musik tarlingnya.
            Sebuah cara mengkolaborasikan dengan warna musik lainyya adalah pilihannya. Dangdutan dipilih oleh para seniman tarling untuk dilebur ke dalam seni tradisional tarling. Hasilnya masyarakat Indonesia saat ini mengenal seni musik traling-dangdut. Sebagian seniman tarling di Cirebon menilai bahwa peleburana ini merusak sedikit demi sedikit seni musik tarling klasik namun rupanya kebuuthan hidup tidak dapat diingkari untuk dipenuhi. Tarling selamanya tidak akan bisa dipisahkan dari sejarah masyarakat pesisir Utara.
            Pada saat itu masih bergabung dengan Hj. Dariyah, tarling cahaya muda mulai meramaikan jagat panggung tarling  dangsut. Dimana nantinya ia merajai dunia tarling kala mendirikan Tarling Dharma Muda yang dipinpinnya. Membicarakan tarling kita tak bisa tanpa menghadirkan sosok yang satu ini. Salat satu seniman tarling yang paling produktif dalam menciptakan dan membawakan lagu-lagu tarling. Menurut salah satu mantan punggawanya, dalam satu tahun Tarling dharma muda bisa manggung lebih dari 200 pangungan. Walaupun bukan yang pertama mengenalkan tarling dangdut, semua lagu-lagunya banyak menjadi inspirasi bagi seniman seangkatan dan sesudahnya. Lagunya begitu dilempar dipasaran langsung jadi hits semua.
            Musik tarling menjelma menjadi organ tunggal sampai sekarang. Seniman seperti Ipang supendi, Aas Rolani, Dewi Kirana, Nunung Alvi, Wadi Oon, Eddy Zacky, Wulan, Rendy Raudi, Dedi Yohana menajdi mega bintang idola tarling seantero pantura Jawa barat. Seni tarling saat ini meskipun telah hampir punah. Namun demikian, tarling selamanya tidak akan dipisahkan dari sejarah masyarakat pesisir pantura. Dikarenakan tarling ada jiwa mereka, dengan ikut sawer keatas panggung atau skeesar melihatnya, serta mendengarnya seolah mampu menghilangkan beratnya bebab hidup yang menghimpit. Lirik lagu maupun kisah yang diceritakan di dalamnya, juga mampu memberikan pesan moral yang mencerahkan dan menghibur.



Rihhadatul'aisy Zaid

Sumber :bpd-jemaraskidul.blogspot.com dan inilahbanten.co.id

Share:

Kamis, 16 Januari 2020

SANGGAR CHANDRA KIRANA

Share:
TARLING MANG SAKIM
Nama tarling diidentikan dengan nama instrumen gitar dan suling,asal usul tarling mulai muncul sekitar tahun 1931 di desa kepandean ,kecamatan/kabupaten indramayu.
Ada seorang komisaris belanda yang meminta tolong kepada warga setempat yang bernama mang sakim,untuk memperbaiki gitar miliknya. Mang sakim waktu itu di kenal sebagai ahli gamelan, usai di perbaiki sang komisaris belanda itu ternyata tak juga mengambil gitarnya. Kesempatan itu akhirnya dipergunakan mang sakim untuk mempelajari nada-nada gitar, dan membandingkannya dengan nada-nada pentatonis gamelan.
Ada pun anak buah mang sakim yang bernama sugra ,hal itu pun dilakukan oleh sugra. Sugra kemudian membuat eksperimen dengan memindahkan nada-nada pentatonis gamelan ke dawai –dawai gitar yang bernada diatonis.
Keindahan itu pun semakin lengkat setelah petikan dawai gitar di iringi dengan suling bambu yang mendayu-dayu. Alunan gitar dan suling bambu yang menyajikanmusik dermayonan dan cirebonan mulai mewabah sekitar dkd 1930-an.
Kala itu anak-anak muda diberbagai pelosok desa di indramayu dan Cirebon menerimanya sebagai suatu gaya hidup. Trend yang disukai dan popular, di jondol atau ranggonanak mudah suka memainkannya, seni musik ini mulai digandrungi.
Pada 1935 alunan musik tarling juga dilengkapi dengan kotak sabun yang berfungsi sebagai gendang, dan kendi sebagai gong . kemudian pada 1936, alunan tarling dilengkapi dengan alat music lain berupa baskom dan ketipung kecil yang berfungsi sebagai perkusi.
Sugra dan teman-temannya juga sering di undang untuk manggung di pesta-pesta hajatan, meski tanpa honor, biasanya panggung itupun hanya berupa tikar yang diterangi lampu petromaks(saat malam hari).
Tarling mang sakim pun banyak digemari warga, karena alunan musiknya yang sangat klasik sehingga banyak yang mengundang untuk acara-acara pesta ataupun acara lainnya. Mang sakim dan anak buahnya juga sangat senang meski tanpa honor. Karena ia lakukan buat kesenian yang ada di masyarakat.
Sehingga mang sakim dan anak buah nya mengembangkan kesenian tarling agar para pemudan dan masyarakat lainnya mengetahui tarling.
Sugra adalah sosok seniman tarling masa lalu. Masa ketika panggung tarling hanyalah gelaran tiker dipekarangan rumah diterangi lampu temple atau petromaks. Maka ketika tarling meramaikan hiburan warga yang tengah 'ngobong bata’ (membakar batu bata), ‘puputan umah’(peresmian rumah baru), ataupun ‘kebo lairan’ (kerbou melahirkan).masa ketika piringan hitam pita kaset atau rekaman lainnya adlah sesuatu yang nyata terbayangkan.
Sejarauan indramayu supali kasim menyebutkan ayah sugra yang bernama pak talim selama ini memang dikenal sebagai orang yang menguasai laras gamelan atau bunyi-bunyi nada, siapa sangka pertemuan itu menjadi fenomena.tuan belanda itu sampai sekian hari belum juga mengambil gitarnya yang sudah selesai di beresi, sugra dan ayahnya sering kali memainkan gitar dan petikannya. Tentu saja petikan mereka barlaras gamelan, menyesuaikan diri dengan bunyi gamelan.
Ternyata bunyi gamelan itu bisa beralih pada patikan gitar. Terjadi suatu migrasi bunyi dari gamelan ke gitar  seperti ada suatu rangkuman tersendiri dari berbagai alat gamelan menjadi hanya satu alat , yaitu prtikan gitar. Sugra akhirnya piawai memainkan petikan gitar keranginan, renggong ( dulu namanya kiser gedhe).
Masih menurut supalih kasim dalam tulisannya berjudul mama sugra:dari gitar belanda yang berdenting terlahir seni tarling, pada dkd tersebut anak-anak mudah mulai ‘kesengsem’ pada gitar dengan petikan laras kelasik daerah.
Tapi satu hal yang pasti seni tarling saat ini meskipun terlah hampir punah. Namun,tarling sekamanya tidak akan bias dipisahkan dari sejarah masyarakat pesisir pantura.
Karena tarling suatu kesenian daerah yang harus kita jaga dan dikembangkan agar tarling bisa popularitas kembali.
Share:
TARLING DI NEGARA INDONESIA
Di Negara Indonesia ini merupakan Negara yang terdiri dari beberapa suku ,bangsa, adat istiadat,bahasa daerah, dan kesenian daerah yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Ciri khas tersebut disetiap provinsi memiliki nilai-nilai filosofi yang berbeda dengan yang lainnya.
Indonesia ini sangat kaya dengan kebudayaan atau keseniannya, banyak daerah-daerah yang memiliki kesenian tersendiri.
 Di daerah Cirebon khususnya memiliki kesenian tarling diidentikan dengan perpaduan dua buah instrument yang merupakan akronim dari itar atau yang biasa gitar dan suling yang bisa kita sebut dengan seruling.
Tarling ini adalah perpaduan seni musik dan drama dalam musik tarling ini lebih diindentikan dengan sebutan tarling klasik atau tarling asli. Koposisi lagu-lagu tarling pada dasarnya merupakan modifikasi dari sebuah kesenian gamelan yang diciptakan dan dimainkan dalam laras pelog maupun laras slendro, misalnya kiser saedah, dermayonan dan cirebonan.
Kesenian tarling merupakan kesenian yang masuk dalam golongan seni campuran antara musik dan drama . dalam permainan kesnian tarling menggunakan alat-alat musik yang terdiri gitar dan suling, lalu ditambahkan pula alat musik seperti gendang dan gong sebagai kelengkapan pembantu di suatu pergelaran tarling atau pementasan tarling .
Tarling tidak hanya untuk masyarakat Indonesia saja, dari manca Negara pun bisa untuk belajar tarling, tarling mama djana pernah di datangi dari Negara California untuk belajar tarling di sanggar mama djana. Tarling yang sudah mewabah ke manca Negara ini membuat kesenian ini banyak digemari.
Bukan hanya orang dewasa saja yang tertarik dan ingin berlatih tarling. Tetapi anak-anak pun juga tertarik pada kesenian tarling yang menggunakan alat musik gitar dan suling ini.
Pertunjukan tarling juga sering sekali dikenal dengan tradisi saweran . sebuah tradisi dimana penonton memberikan uang kepada pesinden karena hal tersebut mencerminkan moral yang kurang baik maka proses maweran kemudian diubah dengan cara memberikan uang kepada pesinden melalui perantara kotak atau diberikan ke tangan pesinden.
Kesenian tarling ini hampir punah karena mulai tergeser dengan musik-musik pop. Seharusnya kesenia tarling ini bisa dijaga kelestariannya agar tidak mengalami punah.
Kesenian ini merupakan identitas dari masing-masing daerah , sehingga kesenian ini wajib dilestarikan. Karena kesenian itu harus dikembangkan kembali agar masyarakat atau nilai-nilai kesenian ini.
Lantuan melodi tarling ini terpadu oleh dengan suara gamelan dan suling terdengar syahdu dan merdu. Karena melodinya yang sangat klasik dan berirama merdu ini banyak di minati warga yang mendengarkannya.
Tarling juga sering kali di undang untuk mengisi acara pesta, atau hajatan dan lainnya karena musik klasik ini cocok untuk acara resmi dan nonresmi. Musik tarling adalah kesenian warga pesisir utara .
Kebudayaan kesenian musik tarling memahi nilai dan pesan moral tarling melalui sudut pandang peduduk asli atau pelaku kesenian musik tarling. Nilai-nilai yang terdapat dalam kesenian musik tarling diantaranya ada empati. Empati dalam kesenian musik tarling ini merupakan komponen yang mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain rasakan. Jadi, empati pada nilai-nilai nya yang terdapat didalam kesenian tarling ini tidak hanya merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tetapi juga mampu memahami dan memberikan pengaruh kepada orang lain. Perasaan empati adalah keyakinan bahwa kesenian tarling tidak akan hilang. Karena musik ini adalah musik tradisional yang harus dikembangkan dan dilestarikan .
Share:

Senin, 13 Januari 2020

CIRI KHAS MUSIK TARLING


Musik Traling adalah musik yang dibawakan dengan alat musik gitar dan sulung. Musik tarling merupakan produk kebudayaan masyarakat Cirebon yang kemunculannya sekitar tahun 1930-an. Kesenian tradisional dimanapun dipastikan akan mengalami perubahan yang mengarah kepada kemunduran. Berbagai macam penyebab kemunduran kesenian tradisional diantaranya adalah pengaruh perkembangan kemajuan teknologi.
            Berdasarkan perkembangannya musik tarling telah mengalami perubahan bentuk pertunjukkan. Musik tarling selalu bermetamorfosis dengan bentuk kesenian yang lain. Oleh karena itu sifatnya yang selalu dinamis maka musik tarling kini masih tetap digemari oleh para masyarakat. Eksistensi musik tarling Cirebon telah mampu memperkaya khasanah musik di Indonesia. Musik tarling Cirebon sejak kemunculannya sellau menyesuaikan dengan tuntutan kemajuan zaman. Perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat akibat kemajuan teknologi besar atau kecil akan berpengaruh terhadap perkembangan seni tarling, namun demikian kesenian tarling Cirebon masih tetap diminati oleh para masyarakat dari anak kecil hingga orang dewasa khususnya masyarakat kita cirebon dan sekitarnya. Fenomena masuik tarling Cirebon dalam lagu kiser yaitu warung pojok menjadi salah satu lagu kebanggan masyarakat jawa baart khususnya masyarakat cirebon. Hampir semua lagu yang dibawakan dalam permainan musik tarling diistilahkan dengan lagu kiser sehingga kiser menjadi ikon lagu-lagu dalam musik tarling.
            Musik tarling memiliki beberapa kekhasan, kesenian musik tarling ini tumbuh dan berkembang hanya di cirebon, lagu-lagu yang dilantunkan mengandung unsur spiritual dan magis, lagu yang dibawakan tetap mengacu kepada kerangka lagu gending sehingga unsur gamelan tidak hilang. Perkembangan kesenian musik tarling ini mempunya makna luas seperti terkandung dalam istilah pertumbuhan dan kematangan dan proses perkembangan seni dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor alamiah, faktor lingkungan, dan faktor waktu.
            Perkembangan kesenian musik tarling dapat dikelompokan menjadi tiga periodisasi yaitu periode musik, periode lagu dan periode teater. Pertama, periode musik tumbuh pada tahun 1930 ditemukan oleh Liem Sin You. Karena kegigihannya ia berhasil menemukan nada-nada gamelan dalam gitar. Keterkaitan munculnya musik baru dalam nuansa Cirebonan tidak bisa dilepaskan dari sosok Liem Sin You. Dia menyukai keahlian memetik gitar, nyuling, nembang, nada yang dimainkan dengan gitar mengikuti motif pukulan memainkan gamelan kemudian permainan tersebut dinamana tarling. Tembang-tembang yang dilantukan dalam kesenian tarling tersebut dinyanyikan dengan spontan dan sambil memetik gitar. Syair parikan dan wangsalan yang sering dinyanyikan merupakan unsur sastra daerah cirebon yang muncul dalam kesenian tarling.  Kehadiran kesenian musik baru yang disebut tarling membuat masyarakat terkagum-kagum. Rasa kerinduan terhadap bunyi alunan gamelan lagu-lagu cerbonan sudah bisa tergantikan oleh alunan alat musik gitar dan suling yang dimainkan.
            Masyarakat pesisir merupakan masyarakat utama dan pertama pendukung musik tarling, hal ini bukan tanpa alasan karena di dalam masyarakat pesisir lah musik tarling lahir tumbuh dan berkembang. Dengan sikapnya yang terbuka masyarakat pesisir mudah menerima bentuk kesenian apapun termasuk tarling. Kehadiran musik tarling mendapat sambutan yang baik dari masyarakat pesisir. Kehadiran musik ini dimanfaatkannya untuk acara-acara seperti membakar batu bata, syukuran tujuh bulanan orang yang sedang hamil, hajatan, hingga event-event besar lainnya. Semula-mula tarling hanya menampilkan tembang wangsalan dan parikan akan tetapi kemudian berubah menajdi drama bercerita dalam pertujukan tarling. Bentuk drama dengan dialog dinyanyikan dalam kesenian musik tarling merupakan sastra lisan dalam penuturan cerita legenda atau babad. Beberapa lagu yang sering disajikan dalam pertunjukan tarling seperti kiser, cerbonan, bendrong dan lain-lainnya. Tidak hanya lagu-lagu khas cerbonan saja yang biasa disajikan dalam kesenian musik tarling, tetapi lagu-lagu khas sunda pun tidak jarang ditampilkan pula saat pementasan.






Share:

EKSISTENSI KESENIAN MUSIK TARLING


Cirebon selain terkenal akan kesultanannya juga lekat dengan berbagai kesenian rakyat. Sayangnya beberapa kesenian tradisional ini hampir punah karena tergerus oleh jaman. Kesenian tradisional ini dulunya digunakan oleh Sunan Gunung Jati dan wali songo lainnya untuk menyebarkan agama islam di tanah sunda. Selain itu kesenian ini juga digunakan sebagai alat diplomasi ketika kesultanan Cirebon terancam kalah oleh serangan kerajaan lainnya.
            Oleh karena itu, patut bagi kita untuk mengenal lebih jauh tentang kesenian tradisional cirebon yang hampir punah ini. Minat generasi penerus yang kurang hingga tergerus oleh kesenian modern lainnya, membuat pelaku seni  tradisional ini kian sedikit dan sampai sekarang hampir punah. Contohnua adalah kesenian musik tarling yang terkenal di tahun 19650-an mulai tergerus jaman seirinf hadirnya musik dangdut.
            Kesenian musik tarling khas pesisie laut jawa ini merupakan pentunjukan musik disertao drama pendek. Tarling diambil dari kata gitar dan suling. Kedua instrumen ini memang kerap melekat di kesenian tradisional Crebon ini. Awal perkembangan tarling tidak terlalu jelas kapan tepatnya. Namun, sekitar tahun 1950-an kesenian ini mulai disiarkan di RRI Cirebon dan menjadikan Traling semakin populer.
            Eksistensi kesenian musik tarling tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh seniman kesenian musik tarling yaitu Barang, Jayana, Abdul Adjib dan Sunarto Martaatmaja. Ketiga tokoh inilah yang mempelopori kesenian musik tarling berkembang sampai saat ini. Berdasarkan eksistensinya maka kesenian musik tarling dapat dibagi menjadi dua bentuk perubahan yaitu kesenian musik tarling kreasi dan kesenian musik tarling dangdut.
            Kesian musik traling kreasi lebih beraliran ngepop. Lagu-lagu yang diciptakan tetap berakar dari lagu-lagu klasik dalam lagu gamelan namun berirama lebih cepat dan syairnya pun secara disengaja diciptakan Aliwijaya. Lagu-lagu kreasi yang dciptakan oleh Abdul Adjib dan sunarto juga sebenarnya bersumber dari lagu-lagu klasik juga namun lagu-lagu yang diciptakannya itu lebih dominan dengan memainkan pola irama gancang atau yang bisa disebut dengan pola irama cepat dan juga syair dalam lagu yang sudah diciptakan oleh abdul Adjib yang populer sampai saat ini adalah lagu warung pojok dalam kerangka lagu  kiser irama gancang atay cepat dan penganten bary dalam kerangka lagu bayeman gancang atau disebut dengan lagu cepat.
            Musik dangdut muncul di Indonesia diera tahun 1980 sampai 1990-an kemudia mempengaruhi keberadaan kesenian musik tarling Cirebon. Kehadiran musik dangsut di Cirebon membawa pengaruh terhadap perkembangan kesenian musik tarling. Istilah tarling dangsdut muncul kepermukaan seiring dengan perubahan irama musik tarling yang semula iramanya lambat melankonis kemudian berubah menjadi irama cepat seperti pada irama dangdut. Ali wijaya menyatakan bahwa hampir seluruh seniman tarling ketika manggung punya kecenderungan mendangdut lagu yang ditampilkannya.
            Kemunculam Dian sastra dalam kancah hiburan Traling Cirebonan pada saat ini membuat wajah tarling kembali bersinar menemukan kembali eksistensinya. Dian Sastra dengan segala kreativitas yang dimilikinya menjadikan Traling masuk dalam wilayah industri musik. Keberadaan TV lokal di Cirebon dimanfaatkannya untuk kembali mempopulerkan kesenian musik tarling kepada masyarakat. Kreativitas Dian Sastra merupakan usaha luar biasa, tindakan dan karya-karyanya berhasil mengangkat salah satu unsur kebudayaan Cirebon. Faktor yang paling berpengaruh dalam perkembangan musik Traling sehingga kesenian musik tarling tetap menunjukan eksistensinta sampai saat ini adalah adanya akulturasi.
            Kesenian musik tarling merupakan bentuk kesenian hasil pengaruh kebudayaan eropa. Tarling yang berasal dari daerah setempat namun jika mendengarkannya petikan gitar dalam tarling yang terdengar adalah bunyi laras gamelan atau pentatonis. Secara singkat tarling merupakan migrasi bunyi dari gamelan ke gitar dan suling.
            Akulturasi dalam kesenian musik tarling bukan hanya terletak pada instrumennya saja melainkan pada bentuk tampilannya menyerupai opera Eropa. Lagu dalam kesenian musik traling menunjukan dimensi spiritual yang telah mengangkat tradisi lisan dalam bingkai sastra klasik yang cenderung diangkat dalam bentuk cerita yang dinyanyikan.

Rihhadatul'aisy Zaid 




Share:

INSTAGRAM

YOUTUBE

Diberdayakan oleh Blogger.