Kamis, 02 Januari 2020

Latar Belakang Mama Jana

Menganal Mama Jana

Jana menceritakan perjuangannya memperkenalkan tarling pada zaman kolonialisme. Jana juga tak memungkiri, zaman kolonialisme menjadi era kejayaan tarling klasik. Dikatakan Jana, era kejayaan tarling klasik mulai meredup di era orde baru.

"Tahun 1940 sampai 1960 tarling itu berjaya. Waktu itu tarling klasik berubah nama menjadi melodi kota udang. Tahu 1970 hingga 1980 tarling klasik mulai sepi peminat," kata Jana.

Jana mengaku banya momen yang tak terlupakan pada msa era kejaayaan tarling klasik. Jana harus bisa berbaur dengan para penjajah agar bisa mendapatkan kesempatan bermain tarling klasik.

"Pernah ditanya-tanya penjajah, mereka khawatir kita bawa pemberontak. Khawatir sih pasti, tapi tidak pernah menjadi tahanan. Seniman mah tak dilarang, karena hiburan," tuturnya.

Jana merupakan generasi kedua seniman tarling klasik di Cirebon. Sebelum Jana, Barang menjadi seniman tarling klasik generasi pertama. Awal mula kecintaan Jana terhadap tarling klasik lantaran kerap nimbrung bersama teman-teman seniman tarling waktu usianya masih 10 tahun.

"Saya mulai manggung itu setelah proklamasi. Awalnya sering ikut-ikutan gitar-gitaran bersama teman-teman. Lama-kelamaan nyantol, terus main dan manggung. Dulu mah sering diundang main ke hajatan-hajatan orang," paparnya.

Dari tahun 1940 hingga 1970-an, setiap harinya Jana disibukkan dengan manggung. Bahkan, diakui Jana, ia tak bisa menghitung berapakali ia manggung dalam sehari. Kondisi tersebut berputar 180 derajat dengan kondisi saat ini.

"Sekarang mah jarang manggung. Kadang sebulan sekali. Walaupun dulu ada kendala, kadang alat musiknya tak sampai lokasi karena jarak yang jauh. Dulu mah susah nyari alamat karena tidak ada handphone," ucapnya.

Perjuangannya merawat dan memperkenalkan tarling klasik masih terus ia lakukan. Bahkan, pemerintah pun mengakui kegigihan Jana sebagai 'Sang Maestro Tarling Klasik'. Tahun lalu, Kemendikbud mengundang Jana sebagai Sang Maestro untuk mengajar tarling ke 60 seniman muda dari berbagai daerah di Jakarta.

"Program Belajar Bersama Maestro (BBM) daei Kemendikbud. Dari 60 itu, hanya 20 yang lolos dan saya ajarka pakem-pakem tentang tarling," kata Jana seraya menunjuk pada piagam BBM yang ia terima dari Kemendikbud.

Belajar taling bersama mama jana ini tidak di pungut biaya, usia belajar kesenian tarling mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dan tidak hanya orang indosenia saja belajar tengang kesenian tarling ini orang liar negeri pun banyak yang menghampiri sanggar mamajana ini.

Sanggar Candra Kirana menjadi bukti perjuangan melestarikan tarling klasik hingga saat ini. Sebanyak 15 seniman tarling bergabung dengan sanggar yang ia kelola.Yang mengajar kan seni tarling mama jana beserta anak dan cucu nya yang saling membantu untuk mempertahan kan kesenian tarling ini, "Khawatir tarling klasik punah. Kita harus mencintai budaya kita," katanya.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM

YOUTUBE

Diberdayakan oleh Blogger.