Kamis, 02 Januari 2020

penemu Tarling

Dari Gedung Kesenian Indramayu, Mengenang Mama Soegra Mengenal Tarling
(sugra penemu tarling)

MENGAPA Gedung Kesenian ini dinamakan Mama Soegra? Siapa Mama Soegra? Dan, banyak pertanyaan bergelanyut di pikiran tentang Mama Soegra.
Pertanyaan itu muncul saat radarcirebon.com menyambangi hajat besar Tembang Pantura Award 2019 RCTV di Gedung Kesenian Mama Soegra Kabupaten Indramayu
Dalam riwayatnya, tahun 1953 hingga tahun 1978, gedung ini dikenal sebagai Gedung Dokabu. Dokabu singkatan dari Dokter Kabupaten, karena disini digunakan sebagai kantor pemerintah untuk pelayanan kesehatan khususnya bagi Ibu dan Anak. Hingga tahun 2014, Pemerintah daerah indramayu menggunakannya sebagai kantor Dinas Kesehatan.
Bagi masyarakat awam pertanyaan tentang Mama Soegra menjadi keterwakilan untuk melihat sejauh mana sosok Mama Soegra dikenal oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia berkesenian dan berkebudayaan.
Bersama Kasie Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Kabupaten Cirebon, Asep Ruhiyat Somantri, SSn sosok Mama Soegra yang tidak begitu dikenal banyak orang dalam blantika kesenian tarling menjadi lebih akrab. Mama Soegra nyaris tenggelam oleh kebesaran nama-nama lain, seperti Jayana, Abdul Adjib, Sunarto Marta Atmaja, Dadang Darniyah, Dariyah, hingga generasi penerusnya, seperti Udin Zhaen, Sadi M., Ipang Supendi, ataupun Yoyo Suwaryo.

Sugra memang sosok seniman tarling masa lalu. Masa ketika panggung tarling hanyalah gelaran tikar di pekarangan rumah diterangi lampu tempel atau petromaks. Masa ketika tarling meramaikan hiburan warga yang tengah ‘ngobong bata’ (membakar batu-bata), ‘puputan umah’ (peresmian rumah baru), ataupun ‘kebo lairan’ (kerbau melahirkan). Masa ketika piringan hitam, pita kaset atau rekaman lainnya adalah sesuatu yang tak terbayangkan.

Sebagaimana penuturan Asep, sekitar dasawarsa 1930-an. Berawal dari kedatangan orang Belanda bernama Tuan Hendrik ke rumah ayah Sugra di Desa Kepandean, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu (sekarang menjadi Kelurahan Kepandean). Maksud Tuan Hendrik itu adalah minta tolong supaya ‘memberesi’ gitarnya yang rusak.

Sejarawan Indramayu Supali Kasim menyebutkan ayah Sugra yang bernama Pak Talam selama ini memang dikenal sebagai orang yang menguasai laras gamelan atau bunyi-bunyi nada.

Siapa sangka dari pertemuan itu menjadi suatu fenomena. Tuan Belanda itu sampai sekian hari belum juga mengambil gitarnya yang sudah selesai diberesi. Sugra dan ayahnya seringkali memainkan gitar dengan petikannya. Tentu saja petikan mereka berlaras gamelan. Menyesuaikan diri dengan bunyi gamelan.

Ternyata, bunyi gamelan itu bisa beralih pada petikan gitar. Terjadi suatu migrasi bunyi dari gamelan ke gitar. Seperti ada suatu rangkuman tersendiri dari berbagai alat gamelan menjadi hanya satu alat, yaitu petikan gitar. Sugra akhirnya piawai memainkan petikan gitar tersebut. Mengalunlah lagu-lagu klasik bernada kiser, seperti Dermayonan, Cirebonan, Keranginan, Rénggong (dulu namanya Kiser Gedhé).

Masih menurut Supali Kasim dalam tulisannya berjudul Mama Sugra: Dari Gitar Belanda yang Berdenting Terlahir Seni Tarling, pada dekade tersebut anak-anak muda mulai ‘kesengsem’ pada gitar dengan petikan laras klasik daerah. Bahkan mereka pun menambahinya dengan alunan suara suling bambu. Menurut Sugra, pada sekitar tahun 1935 kawan-kawannya berinisiatif menambahi bunyi-bunyian dengan ‘kotak sabun’ yang berfungsi sebagai kendang, serta kendi sebagai gong. Pada tahun 1936 ditambah ‘baskom’ dan ketipung kecil untuk melengkapi bunyi perkusi.

Kesenian tanpa nama itu akhirnya bernama juga. Awalnya ada yang menyebut sebagai “seni melodi”. Di kemudian hari lebih populer sebagai “tarling”, karena bertumpu pada dua alat musik utama yakni gitar dan suling. Ada pula yang menafsirkan sebagai “yén wis mlatar kudu éling” (jika sudah berbuat negatif harus insyaf).

Rombongan seni tarling Sugra mulai terbentuk. Dari mana ia mendapatkan gitar? Menurut Sugra, selama dua tahun ia mengumpulkan uang dengan bekerja, hanya untuk mendapatkan sebuah gitar. Warga seringkali mengundang kelompok tersebut untuk hiburan menemani ‘ngobong bata’, ‘puputan umah’, ataupun ‘kebo lairan’. Beranjak pula untuk acara khitanan.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM

YOUTUBE

Diberdayakan oleh Blogger.